APLIKASI SIX SIGMA – PROGRAM EFISIENSI FUNGSI HRD
TREN BARU APLIKASI SIX SIGMA – PROGRAM EFISIENSI FUNGSI HRD
“The Six–Sigma-driven program’s result are impressive, and it is the radical change in the overall measures of operating efficiency that excite us most.” (Jack Welch, CEO General Electric 1998)
Selama ini, Six Sigma dikenal sebagai salah satu program peningkatan kualitas (quality improvement) yang ampuh diterapkan di dunia produksi dan manufaktur. Konsep yang diperkenalkan oleh Motorola ini, sempat menggemparkan bidang Total Quality Management oleh karena hasil spektakuler yang mampu dicapai oleh Motorola dan berbagai perusahaan multinasional lainnya berkat program Six Sigma mereka.
Menurut laporan yang dirilis oleh Motorola pada bulan Januari 1999, sekitar $15 milyar berhasil dihemat selama kurun waktu 11 tahun. Semua itu berkat program Six Sigma yang dijalankan secara konsisten di perusahaan tersebut. Selama masa implementasi Six Sigma yang disebut “Decade of Improvement” di Motorola tersebut, proses cycle time bahkan berhasil dikurangi hingga sekitar 90%. Sebuah angka yang fantastis tentunya!
Karena dianggap sangat menyentuh sisi bottom-line bisnis, inisiatif Motorola tersebut kemudian diikuti pula oleh beberapa perusahaan yang lain. Sebagai contoh adalah AlliedSignal. Dilaporkan oleh CEO AlliedSignal, Lawrence Bossidy (1999) bahwa implementasi Total Quality Management dikombinasi dengan Six Sigma di dalam proses produksi mereka telah berhasil meningkatkan level produktivitas tahunan sebesar 6%. Hal ini hanya terjadi dalam kurun waktu implementasi Six Sigma selama 2 tahun. Begitu pula yang dilakukan oleh General Electric (GE) mengikuti sukses Motorola. Tingkat produksi mereka meningkat tajam berkat Six Sigma, sehingga mampu memberikan kontribusi sekitar $2 milyar sebagai keuntungan pada tahun 1999. Ketika diperkenalkan pertama kali di GE, sekitar 100,000 karyawan mereka langsung dilatih secara intensif mengenai konsep dan metodologi Six Sigma ini.
Apakah Six Sigma itu?
Menurut Harry, M.J dalam bukunya “The Vision of Six Sigma: A Roadmap for Breakthrough (1994, Phoenix, AZ, Six Sigma Publishing Co.) Six Sigma diartikan sebagai pendekatan logis, metodis dan statistik untuk mencapai perbaikan berkesinambungan (continuous improvements) di area-area yang sangat penting (critical areas) bagi keberhasilan perusahaan di bidang produksi maupun jasa.
Pada prinsipnya, konsep Six Sigma adalah terminologi statistik yang berupaya mencapai kesuksesan produksi atau jasa dalam tingkat maksimum, yakni ‘hanya’ 3.4 penyimpangan per sejuta proses yang terjadi. Kata Sigma, diambil dari bahasa Yunani yang melambangkan standard deviasi atau variasi di dalam suatu proses produksi atau jasa. Kebanyakan organisasi beroperasi dalam Three-Sigma level atau sekitar 66,000 penyimpangan per sejuta proses. Bandingkan dengan 3.4 penyimpangan dalam sejuta proses yang menjadi standard bagi Six Sigma.
Seperti telah disebutkan di atas, konsep Six Sigma ini sendiri lahir pada era 80-an dari perusahaan Motorola. Dilihat dari sejarahnya, konsep ini muncul tatkala Amerika harus menghadapi kompetisi yang keras dengan produk-produk yang berasal dari Jepang. Melalui program Six Sigma ini, Motorola bertekad untuk mengembangkan program formal yang dapat mengurangi penyimpangan-penyimpangan pada produknya. Pada waktu itu, upaya yang dilakukan oleh Motorola adalah membuat keputusan berani untuk mencapai level six sigma untuk meningkatkan daya kompetisinya. Sejak dicanangkannya program tersebut, six sigma akhirnya menjadi semacam kultur dasar yang kemudian diterapkan diseluruh jajaran Motorola.
Untuk sederhananya, proses perubahan yang dikembangkan Motorola dan juga perusahaan lainnya dalam Six Sigma cenderung mengikuti konsep plan-do-check-action Deming yang kemudian dimodifikasi menjadi 5 tahapan yakni:
• Prioritas (prioritize): proses mana yang perlu menduduki prioritas utama untuk dikembangkan. Atau, proses mana yang akan memberikan kontribusi tertingggi bagi peningkatan kepuasan pelanggan?
• Ukur (measure): Bagaimana level atau tingkatan kemampuan proses itu pada kondisi sekarang?
• Analisa (analyze): Kapan dan dimana sering terjadi penyimpangan?
• Tingkatkan (Improve): Bagaimana kemampuan six sigma tersebut dapat dicapai? Apa faktor paling vital yang mengontrol hasil pekerjaan tersebut?
• Kontrol (Control): Kontrol apa yang dapat diterapkan untuk mempertahankan hasil yang telah dicapai?
Bukan untuk Bidang Produksi Saja
Memang, pada awalnya, metodologi six sigma ini diimprovisasi dan diaplikasikan secara khusus untuk bidang-bidang manufakturing berskala besar (high-volume manufacturing) saja. Misalkan seperti yang dilaporkan oleh PricewaterhouseCooppers (1999), kini program Six Sigma banyak diadopsi oleh berbagai perusahaan multinasional di bidang chemical untuk proses produksi mereka seperti Dupont, Haneywall, GE Plastics, dll.
Praktek ini jelas menimbulkan kesan bahwa Six Sigma hanya bisa diterapkan di bidang-bidang yang berhubungan dengan produksi high-volume, bidang manufacturing. Padahal, sebenarnya Six Sigma pun dapat diterapkan baik di bidang high-volume maupun low-volume untuk usaha produksi maupun jasa. Sebagai contoh adalah berbagai implementasi six sigma yang telah berhasil dijalankan diberbagai perusahaan jasa seperti dilaporkan oleh Joseph A. DeFeo, Chief Operating Officer dari Juran Institute , misalnya:
• Sebuah perusahaan fast-food internasional berhasil mengurangi lamanya proses delivery makanan kepada pelanggannya serta mengurangi penyimpagan-penyimpangan pada saat memasak dengan menggunakan program six sigma ini. Dalam waktu kurang dari dua tahun, perusahaan ini berhasil mencapai $10 juta profit dengan metode-metode six sigma yang berupaya mengidentifikasi dan mengimplementasikan proses untuk meningkatkan waktu pelayanan mereka.
• Suatu perusahaan farmasi internasional melakukan suatu studi mendalam terhadap biaya, waktu dan kualitas dari sistem akuntasi mereka. Dari studi yang menggunakan pendekatan six sigma tersebut berhasil teridentifikasi sekitar 22% proses yang ternyata ‘mubazir’ dilakukan. Dengan cara ini perusahaan farmasi ini dapat meningkatkan profit melalui pengurangan waktu yang terbuang percuma sekaligus meningkatkan kepuasan pelanggan internal mereka.
• Sebuah perusahaan penerbangan yang menghadapi persaingan yang tajam, menerapkan sistem six sigma ini untuk meningkatkan pelayanan. Caranya adalah dengan mengurangi angka keterlambatan serta efisiensi jadwal penerbangan, di luar akibat-akibat teknis. Melalui program six sigma ini angka keterlambatan akibat faktor non-teknis dapat direduksi hingga 70% dalam kurun waktu tiga tahun penerapan program six sigma ini.
Dengan memungkinkannya aplikasi six sigma pada industri-industri jasa seperti dicontohkan di atas, sebenarnya menunjukkan bahwa mitos berupa “six sigma hanya untuk produksi atau manufacturing” dapat ditepis. Six Sigma ternyata dapat dipadukan dengan strategi, proses industri manapun, tentunya jika didukung oleh kualitas SDMyang memadai (lihat gambar 1). Bahkan, belakangan ini muncul tren baru untuk menggunakan six sigma sebagai metode yang efektif dalam rangka efisiensi proses atau untuk meningkatkan proses-proses kerja yang critical dan penting dalam suatu perusahaan. Inilah dasar penting yang mendorong aplikasi besar-besaran six sigma di sektor-sektor non-produksi seperti: perdagangan, marketing, transaksi finance, document processing, dll termasuk yang akan kita bicarakan yakni penerapan six sigma untuk efisiensi fungsi SDM.
Gambar 1: Keterkaitan Six Sigma dengan System, People & Strategi
(Sumber: Six Sigma Plus, 2000)
Pentingnya Six Sigma untuk bidang SDM
Perlu diketahui bahwa dasar filosofis (basic philosophy) implementasi konsep dan sistem Six Sigma di bidang SDM atau HRD (human resources development) adalah untuk menempatkan orang yang tepat pada fungsi yang tepat, pada waktu yang tepat serta dengan biaya yang tepat. Atau, biasanya diistilahkan dengan right people in the right place at the right time at the right cost. Saat ini, Six Sigma sudah mulai diterapkan oleh beberapa perusahaan multinasional untuk bidang SDM mereka, termasuk Citibank melalui program mereka yang disebut Citibank Cross Functional Performance Challenge. Program ini merupakan hasil kerjasama Citibank dengan Motorola University Consulting and Training Services sejak tahun 1997 (Rochelle Rucker, “Citibank Increases Customer Loyalty With Defect-Free Processes”, 2000). Termasuk pula disini adalah perusahaan AlliedSignal yang mulai menerapkan six sigma di luar bidang produksi mereka.
Hal ini dilakukan sebagai langkah strategis untuk pengembangan proses SDM mereka. Berbagai hasil yang diperoleh melalui konsep ini adalah terjadinya peningkatan efektivitas kerja fungsi SDM, proses kerja yang lebih cepat serta lebih cost-effective dengan meningkatnya kepuasan internal customer, peningkatan motivasi serta kepuasan kerja di lingkungan SDM, yang pada akhirnya, meningkatkan kinerja bisnis secara menyeluruh.
Aplikasi konsep six sigma untuk fungsi SDM sebenarnya juga membantu HRD (Human Resources Department) mengeliminasi berbagai persepsi atau pandangan negatif yang seringkali ditujukan ke departemen HRD. Selama ini HRD seringkali dianggap hanya merupakan cost center, tempat menampung ‘sampah’ berupa keluhan dan komplain karyawan bermasalah, serta seringkali dianggap tidak memberikan kontribusi kepada proses kinerja bisnis. Akibatnya, HRD seringkali dipandang sebagai departemen yang reputasinya kurang diperhatikan. Apalagi, pada beberapa perusahaan, HRD-nya justru seringkali memberikan servis yang jelek, lambat serta kurang hemat biaya di dalam program-program mereka.
Padahal banyak studi menunjukkan bahwa bidang SDM mempunyai implikasi yang besar terhadap keseluruhan kinerja bisnis. Sebagai bukti, dalam tulisannya “Impact of People Management Practices on Business Performance” mengenai hasil riset yang dilakukan oleh Patterson, dkk terhadap sekitar 100 buah perusahaan kecil dan menengah di Inggris disimpulkan bahwa, “Praktek SDM di suatu perusahaan adalah prediktor utama keberhasilan dalam perkembangan bisnis setiap perusahaan”.
Dengan demikian, dilihat dari metodenya sendiri, tujuan utama dari penerapan six sigma untuk bidang HRD antara lain: memperbaiki proses kerja yang lambat, mengurangi terjadinya penyimpangan-penyimpangan kerja, mereduksi proses kerja berulang yang tidak efektif, mempertahankan proses kerja pada level yang optimal, serta memperbaiki proses kerja HRD yang berpengaruh secara signifikan terhadap strategi bisnis dengan berfokus pada kepuasan pelanggan internal (internal customer). Selanjutnya, tujuan utama lain yang juga hendak dicapai adalah meningkatkan kepercayaan serta kontribusi fungsi HRD, meningkatkan kepuasan internal HRD sendiri, mempromosikan efektivitas program six sigma serta meningkatkan kerjasama tim yang lebih baik. Tabel 1 berikut menggambarkan perbedaan paradigma dan nilai pada HRD yang tradisional dengan yang menganut sistem six sigma:
Tabel 1. Perbedaan Paradigma HRD
Model Six Sigma dengan Model Tradisional
Tradisional | Six Sigma | |
Permasalahan | Sikap reaktif | Sikap proaktif |
Analisis | Perasaan,pengalaman & intusisi | Data |
Fokus Utama | Produk yang dihasilkan | Proses menghasilkan |
Perencanaan | Jangka Pendek | Jangka Panjang |
Kontrol | Eksternal | Self control |
Level Partisipasi | Kepatuhan | Komitmen |
Tanggung jawab | Atasan | Semua pihak terkait |
Dilihat dari berbagai tujuan tersebut di atas, tidak diragukan bahwa six sigma memang tampak ideal bagi departemen HRD. Hanya saja, Six Sigma bukanlah suatu program singkat atau proyek pengembangan cara cepat (short cut program). Kenyataan menunjukkan bahwa didalam penerapannya, dibutuhkan komitmen yang tinggi, disiplin, kerjasama serta ketekunan untuk mempraktekkan metode dan sistem six sigma ini. Masalahnya, kadang-kadang hasil dari implementasi program six sigma seringkali baru dapat dirasakan tiga atau empat tahun kemudian. Suatu periode waktu yang seringkali membuat banyak pelaku bisnis berpikir dua kali sebelum berkomitmen untuk menerapkan sistem ini.
Kesamaan-Perbedaan Aplikasi Six Sigma untuk HRD dan Produksi
Pertama-tama, mari kita lihat kesamaan antara penerapan six sigma di bidang SDM dengan proses produksi (manufacturing). Kesamaan-kesamaan itu adalah:
- sama-sama melihat pentingnya isu manusia dalam memperbaiki kinerja dan mereduksi penyimpangan (misalkan, ketakutan akan perubahan sistem, ketakutan untuk diukur, ketidakpuasan dengan proses kerja tertentu, etc.);
- perlunya melibatkan dua ujung dari suatu proses yakni mulai dari supplier hingga pelanggan (customer);
- perlunya memetakan proses yang berlangsung saat ini;
- kebutuhan akan alat pengukuran yang mudah digunakan, efektif, untuk mendukung program six sigma;
- pentingnya cara mengkoleksi data yang tepat dan akurat;
Dan yang terpenting, keberhasilan penerapan six sigma baik di bidang SDM maupun produksi atau manufacturing jelas-jelas sangat tergantung pada komitmen dari para pimpinan.
Beberapa perbedaan nyata antara aplikasi six sigma untuk bidang SDM yang berbeda dengan proses manufakturing adalah:
- banyaknya variabel di bidang SDM yang sulit diukur;
- bidang SDM berhubungan denagan pengukuran sikap manusia yang kadang-kadang sulit dikendalikan;
- banyaknya cost yang tak dapat dikuantifikasikan dalam bidang HR;
- dibutuhkan kreativitas yang tinggi untuk mampu menerjemahkan sesuatu proses di HRD sehingga dapat diukur;
- variasi requirement customer yang tinggi dan variatif pada bidang SDM
Metodologi Aplikatif untuk HRD
Singkatnya, model six sigma yang banyak dikembangkan untuk bidang HRD sekarang ini adalah model perubahan berdasarkan konsep Six Sigma yang mencakup langkah-langkah prioritize-measure-analyse-improve-control. Adapun langkah-langkah praktisnya adalah sebagai berikut:
Gambar 2: Metode Penerapan Six Sigma untuk HRD
1. Prioritize >> 2. Measure >> 3. Analyze >> 4. Improve 5. Control
Prioritas. Prioritas dimulai dengan mengidentifikasikan servis apa saja yang diberikan oleh HRD. Kemudian, para pelanggan internal, biasanya orang-orang dari departemen lain, diminta untuk mengidentifikasi serta ditanya untuk menunjukkan hal-hal yang mereka anggap penting dari pelayanan HRD bagi mereka. Kemudian, dari data yang diperoleh, HRD membuat prioritas mulai dari servis HRD yang dianggap paling penting hingga yang kurang penting. Dalam hal ini, Pareto chart dapat dipakai sebagai alat bantu analisis untuk menentukan isu-isu atau masalah-masalah yang dianggap paling penting bagi pelanggan internal.
Pengukuran. Setelah membuat prioritas, pihak HRD melakukan pengukuran terhadap proses kerja atau kinerja yang berkaitan dengan faktor-faktor penting yang dianggap perlu mendapatkan prioritas. Hal ini biasanya cukup sulit. Khususnya ketika HRD harus mengkuantifikasikan proses kerja yang tadinya kualitatif. Misalkan saja, mengukur tingkat relevansi pelatihan yang diberikan dengan job requirement posisi tertentu, mengukur tingkat penyimpangan dalam proses rekrutmen antara kriteria permintaan user dengan kualifikasi calon yang direkrut atau mengukur kepuasan pelanggan internal terhadap pelayanan departemen HRD. Akan jauh lebih mudah mengukur proses kerja HRD yang mudah dikuantifikasi misalkan: lamanya proses perhitungan gaji, jumlah penyimpangan dalam perhitungan gaji, lamanya proses pembuatan dokumen tertentu, dll.
Selain pengukuran yang bersifat kuantitatif di atas, ada pula beberapa aspek kualitatif yang harus dipertimbangkan. Dalam hal ini biasanya dibuat suatu kriteria yang dikenal sebagai measures of performance selection (MOPS) yang pada intinya mengukur berbagai faktor, misalkan: keterkaitan antara berbagai proses di HR dengan tujuan perusahaan; critical-to-quality measures (CTQ) di department HRD; menentukan critical-to-cost measures (CTX); mengukur added value bagi organisasi serta added value suatu proses bagi individu.
Analisis. Analisis paling efektif dimulai dengan penyusunan peta proses HR secara keseluruhan. Peta yang efektif dan komprehensif, pada akhirnya akan dapat menggambarkan efisien tidaknya suatu proses yang telah berjalan di departemen HRD. 4 proses utama yang biasanya dianalisis pertama kali dalam bidang HR biasanya menyangkut proses komunikasi, resourcing, pemberian imbal jasa serta pengembangan manusia. Dalam proses analisis, setiap langkah maupun proses di HRD ditantang dengan pertanyaan-pertanyaan kritis seperti: Apakah added value dari proses-proses ini? Bisakah cycle time-nya dipersingkat? Apakah proses ini bisa dibuat menjadi lebih sederhana? Dimanakah penyimpangan dari standar pekerjaan di HRD sering terjadi? Bagaimana mengurangi angka penyimpangan tersebut? dll.
Improve. Setelah dilakukan analisis, berikutnya adalah melakukan pengembangan, modifikasi dan implementasi atas berbagai alternatif solusi yang mungkin dilakukan. Solusi tersebut dibuat mengikuti hasil identifikasi atas berbagai parameter vital yang telah dievaluasi. Inisiatif improvement ini dapat berupa pencatatan, pelaporan, sistem informasi, proses kerja baru, program baru atau metode kerja yang lebih disempurnakan. Yang terpenting pada langkah ini adalah mencari cara atau metode untuk ‘menantang HRD’ mencapai level six sigma, atau hanya terjadi sekitar 3.4 penyimpangan per sejuta suatu proses kerja. Misalkan saja, untuk mengurangi penyimpangan yang tinggi antara training plan dengan realisasi pelatihan (training realization), sebuah perusahaan multinasional bidang information technology menggunakan sistem informasi real time yang mampu mengingatkan siapa-siapa nama karyawan yang direncanakan untuk diberikan pelatihan. Proses ini secara signifikan membantu tingkat realisasi training plan yang tandinya hanya 30% meningkat menjadi 80%.
Control. Tujuan utama dari tahapan kontrol ini adalah untuk mempertahankan serta memperoleh pengembangan berkesinambungan (continuous improvement) dari proses yang terjadi di HRD. Laporan kuartal serta review yang dilakukan secara berkala oleh departemen HRD dapat dijadikan sebagai alat kontrol efektivitas atas perbaikan yang telah dilakukan di tahapan sebelumnya. Dalam tahapan kontrol ini biasanya dibuat hasil proses analisis (control charts, histograms, grafik kecenderungan serta monitoring charts yang lain), kesimpulan, observasi serta tindakan perbaikan yang dianggap perlu dilakukan di waktu yang akan datang.
Tidak Semua Harus Pada Level Six Sigma
Yang seringkali menjadi pertanyaan adalah: apakah semua proses di HRD harus mencapai defek sekitar 3.4 penyimpangan per satu juta proses? Jawabannya, tentu saja tidak. Beberapa jenis proses di HRD bahkan mungkin hanya perlu mencapai level four sigma atau five sigma saja.
Pada intinya, sebenarnya tidak semua proses harus mencapai level six sigma. Ada beberapa kriteria untuk menentukan apakah proses-proses di HRD perlu mencapai level six sigma. Kriteria tersebut antara lain: Pertama, proses tersebut sangat penting dan utama (menempati prioritas atas menurut hasil analisis kepentingan Pareto chart); Kedua, dapat dilakukan kontrol internal untuk mengurangi penyebab penyimpangan yang terjadi; Ketiga, akibat yang dapat ditimbulkan oleh penyimpangan tersebut cukup signifikan terhadap cost maupun proses kerja dan bisnis secara keseluruhan.
Epilog
Dari contoh serta konsep di atas, kita ketahui bahwa Six Sigma mempunyai pengaruh yang sangat besar dalam industri, bukan hanya bidang produksi saja tapi juga pada fungsi-fungsi bisnis yang lain. Yang jelas, metodologi six sigma ini menjadi semakin penting khususnya bila karyawan atau perusahaan cenderung terjebak dalam lingkaran setan yang menyebabkan mereka lebih banyak bersikap reaktif mengatasi simtom-simtom masalah daripada akar permasalahan yang sesungguhnya.
Yang penting dicatat disini pula adalah beberapa kendala yang mungkin muncul dalam menerapkan Six Sigma. Hal ini telah dialami oleh perusahaan Whirlpool, produsen mesin cuci piring yang justru mengalami penurunan nilai saham setelah mencoba menerapkan konsep six sigma (Fortune edisi 2 vol.143 22/01/2001). Dari analisis yang mendalam diketahui bahwa penyebabnya ada tiga: komitmen pimpinan atas six sigma yang tidak serius, partisipasi dan motivasi karyawan yang kurang dalam program six sigma serta upaya menghentikan program six sigma terlalu dini karena mengharapkan hasil dalam periode yang terlalu singkat.
Dari berbagai hambatan di atas, perlu kita garisbawahi kembali pentingnya disiplin, komitmen, usaha, kesabaran serta dukungan atasan dalam menerapkan six sigma, khususnya di bidang HRD. Jika nilai-nilai tersebut mendukung, maka akan terdapat banyak manfaat yang bisa dicapai melalui inisiatif six sigma ini. Manfaat terpenting dan paling nyata dari penerapan program six sigma untuk bidang HRD adalah terjadinya servis HR yang lebih cepat, akurat serta lebih menghemat biaya. Dengan demikian HRD juga menjadi departemen yang lebih efektif dan efisien. Program six sigma ini juga dapat membantu HRD untuk lebih berani mengukur kemampuan mereka sendiri serta mengambil langkah-langkah perubahan secara lebih proaktif.
Harapannya, dengan adanya program six sigma di bidang HRD, tidak hanya untuk alasan efisiensi melulu melainkan juga untuk menciptakan kultur serta lingkungan kerja yang lebih partisipatif, lebih bertanggung jawab serta lebih mendorong kerjasama yang lebih baik. Melalui metode prioritize-measure-analyse-improve-control, HR ternyata juga dapat mengaplikasikan suatu model dari six sigma yang sebelumnya dipikir sulit diterapkan di bidang non-manufakturing. Akhirnya, sekalipun kita diyakinkan bahwa six sigma memang penting untuk bidang HRD, perlu kita merenungkan apa yang dikatakan Lee Clifford yang menulis di majalah Fortune (22/01/2001) mengenai perlunya kebijaksanaan dalam mengaplikasikan six sigma. Komentar Lee sangat singkat namun mengena, “Defects don’t matter much if you’re making a product or service no one wants to buy.”
(Anthony Dio Martin, SPsi.,MBA, CPR. Penulis adalah Managing Partner HR Excellency, lembaga konsultansi dan pelatihan SDM di Jakarta)
Bener-bener bagus, tapi konsep six sigma ini memerlukan komitmen yang kuat dari manajemen.
hallo mas anthony.. saya tertarik dengan tulisan anda. bisa nda saya minta lagi penjelasan-penjelasan mengenai six sigma yang berhubungan dengan SDM.. soalnya saya lagi sementara menyusun tesis mengenai hubugan six sigma dengan SDM… makasih sebelumnya..
Mas Anthony saya ada problem, gini masalahnya. six sigma itu kan didalamnya ada penentuan CTQ nya.
yang mau saya tanyakan adalah Jumlah CTQ itu apa ada batasanya minim dan maximum berapa??? tolong dibalas secepatnya yaa mas kalo bisa besok coz mau dikumpulin hari senin. oya kalo bisa diperkuat sama literaturnya,apa???
Selamat Sore Pak Anthony, menarik skali pembahasan ini….
saya mahasiswa yg lg susun skripsi dan mau tny kan.
pengukuran bagi efektifitas sdm ada ga ? blh tahu apa ?
salam
Trivena N
61.220.60.19/home/space.php?uid=8600&do=blog&id=397084