ASPEK NON-MATERIAL DALAM MEMILIH PEKERJAAN
Apakah yang dicari dalam pekerjaan atau karir? Dengan mudah kebanyakan dari kita akan menjawab mencari uang untuk menghidupi keluarga. Memang, semakin tinggi jabatan seseorang di tempat kerjanya, maka semakin tinggi pula remunerasi yang diperolehnya. Demikian pula dengan tempat kerja, semakin bonafit tempat kerja, semakin tinggi pula tingkat remunerasi yang dijanjikannya. Pada kerangka ini, sebetulnya kita masih berpikir aspek material dalam memilih pekerjaan. Keberhasilan dalam pekerjaan seakan-akan hanya ditentukan oleh tangible return yang diperoleh.
Tetapi apakah memang kebahagiaan dalam berkarir ditentukan oleh aspek material atau tangible return belaka? Pertanyaan inilah yang menarik untuk dibahas bersama. Tentu saja tidak salah jika aspek material menjadi tolok ukur dalam memilih pekerjaan atau menentukan karir, tetapi tentu perlu keseimbangan dengan aspek non-material atau intangible return. Nah, pada artikel kali ini, saya ingin mengajak pembaca untuk menyelami aspek non-material dalam memilih pekerjaan.
Saya memiliki seorang teman, yang memperoleh dua gelar master dari sebuah universitas terkenal di Eropa, satu di bidang teknik elektro, dan satu lagi di bidang manajemen. Teman saya ini mengirimkan e-mail kepada saya tentang kemungkinan bekerja sebagai seorang pengajar, dosen, atau peneliti di Indonesia. Menurut pandangan saya, dengan latar belakang pendidikan yang dia miliki, rasanya dia dengan mudah dapat bekerja di berbagai perusahaan asing di Eropa sana, atau di belahan lain di bumi ini. Mengapa dia ingin memilih karir jadi dosen, pengajar, atau peneliti di Indonesia? Terus terang, gajinya kan kecil jika dibandingkan dengan karir sebagai konsultan profesional pada sebuah perusahaan konsultan terkenal di Eropa. Ternyata memang ada aspek non-material yang menjadi pertimbangannya.
Apa sajakah aspek non-material tersebut? Mari kita coba lihat satu per satu.
Pertama, kemungkinan untuk tetap dapat melakukan ibadah agama sesuai dengan agama masing-masing. Seorang teman saya yang beragama Katolik pernah kebingungan dalam menentukan sikap, apakah menerima sebuah tawaran kerja atau tidak. Posisi yang ditawarkan kepadanya adalah sebagai seorang konsultan di sebuah kantor konsultan asing dengan remunerasi yang menggiurkan. Tetapi perusahaan tersebut mengisyaratkan kemungkinan seringnya bekerja di akhir pekan, yang menyebabkan jadwal dia ke gereja berantakan. Ini adalah pertimbangan non-material. Ada lagi kasus di sebuah perusahaan lain. Dapatkah Anda membayangkan bagaimana perasaan karyawan yang beragama Islam jika seandainya makan siang bersama pimpinan dan staf seluruh kantor dilakukan pada hari Jumat, di saat mereka sedang melakukan shalat Jumat di mesjid.
Kedua, kemungkinan atau kesempatan untuk pengembangan diri, termasuk di dalamnya pengembangan pengetahuan dan kompetensi. Kita perlu mempertimbangkan hal ini dalam memilih pekerjaan atau menentukan arah karir. Pekerjaan yang sifatnya rutinitas dan tidak memberikan kesempatan kepada kita untuk mengembangkan diri akan membuat kita suatu saat menjadi tertinggal dan mungkin tidak sanggup mengikuti perubahan. Jika ini terjadi, bisa-bisa kita akan mengalami kemandegan karir nantinya.
Ketiga, suasana kerja yang menyenangkan. Ini memang sangat luas ruang lingkupnya. Tetapi mari kita persempit maknanya, yaitu interaksi antar sesama karyawan di dalam kantor. Bayangkan kita bekerja di sebuah perusahaan di mana hubungan antar karyawan tidak begitu akrab, semuanya sibuk bekerja dengan urusannya masing-masing akibat kompetisi dan deadline yang demikian ketat. Bahkan kesempatan untuk melayat keluarga sesama karyawan yang meninggal pun tidak ada. Yang lebih parah, kita saling tidak mengetahui adanya karyawan lain yang tertimpa musibah.
Keempat, tidak kehilangan waktu untuk keluarga. Bagi karyawan yang sudah berumah tangga, rasanya aspek ini layak dipertimbangkan. Kompetisi yang demikian ketat membuat jadwal kerja menjadi semakin padat, dan bisa-bisa waktu 24 jam sehari dan 7 hari seminggu dirasakan kurang. Buat kebanyakan orang, kehilangan waktu untuk keluarga berarti kehilangan suatu kebahagiaan dalam hidup. Padahal kebahagiaan itulah yang ingin kita capai dengan bekerja dan berkarir. Ironis bukan?
Apakah semua hal di atas dapat dikompensasikan dengan uang? Misalnya Anda diberi kompensasi yang tinggi di akhir pekan, tetapi kehilangan waktu untuk ke gereja. Atau Anda bekerja dengan gaji yang tinggi, tetapi tidak punya waktu lagi untuk menjalankan shalat Jumat. Apakah Anda bersedia digaji tinggi, tetapi tidak punya waktu lagi untuk keluarga Anda? Inilah semua aspek non-material dalam memilih pekerjaan, yang rasanya layak untuk kita renungkan bersama.
Sebetulnya banyak lagi aspek non-material yang harus dipertimbangkan dalam memilih pekerjaan. Namun barangkali yang dominan adalah empat hal di atas. Inti dari artikel ini adalah, ada aspek-aspek non-material yang sebetulnya tidak kalah pentingnya untuk dipertimbangan dalam memilih pekerjaan. Aspek non-material ini adalah penyeimbang untuk aspek material yang pasti telah dipikirkan terlebih dahulu.
Tentu saja kita punya hak dan wewenang penuh untuk memutuskan yang terbaik untuk diri kita masing-masing. Aspek non-material inilah yang akan menjadi penyeimbang untuk aspek material yang tercermin dalam remunerasi berwujud material yang ditawarkan oleh perusahaan tempat kerja. Nah, bagaimana pendapat Anda para pembaca? Salam.
Artikel asli dan tulisan-tulisan bermutu lainnya dapat diakses di: ASPEK NON-MATERIAL DALAM MEMILIH PEKERJAAN
Kontributor:
Riri Satria, S. Kom, MM. Selain mejadi blogger yang produktif, Sarjana dari Fakultas Ilmu Komputer UI dan MM bidang manajemen stratejik & internasional dari Sekolah Tinggi Manajemen PPM ini adalah kandidat Doctor dari Program Pasca Sarjana Manajemen dan Bisnis Institut Pertanian Bogor (MB-IPB).
Selama lebih dari 10 tahun kiprahnya di bidang pendidkan dan konsultansi, dia pernah aktif di sebagai konsultan / Dosen di berbagai institusi di antaranya: KPMG (Klynvelt Peat Marwick Goerdeler), Lembaga Manajemen PPM, Program Magister Manajemen – Sekolah Tinggi Manajemen PPM, PT. Daya Makara UI (Makara UI Consulting). Saat ini beliau Menjadi knowledge entrepreneur dengan memimpin sendiri sebuah Lembaga Konsultansi Manajemen di Jakarta.
Connect
Connect with us on the following social media platforms.