Belajar dari dunia bisnis Jepang

Japanese in BusinessManajer adalah pemimpin perusahaan. Dia adalah leader sekaligus pengarah setiap kebijakan dalam sebuah bisnis. Umumnya dia mempunyai ruangan khusus, duduk di kursi besar, dengan telepon dan komputer di atas meja. Pakaiannya pun perlente (perkecualian untuk Pak Bob Sadino). Tapi tidak begitu dengan manajer di beberapa perusahaan di Jepang.

Berikut ini sekedar gambaran dunia usaha di Jepang yang saya kisahkan dari dua tempat saya melakukan kerja sambilan saat ini, karena harus membiayai kuliah.

Saya mulai bekerja di dua bisnis hampir secara bersamaan 8 bulan yang lalu. Keduanya adalah Mister Donut (MD), perusahaan franchise yang memiliki cabang di hampir seluruh kota di Jepang, dan Restoran Thailand berkelas menengah, Siam Garden (SG). Manajer MD di toko kami, seorang laki-laki kecil tetapi sangat gesit, sedangkan manajer saya di SG, seorang wanita yang tegas. Keduanya masih muda, berumur 30 tahunan.

Sebagai mahasiswa asing, saya diperkenankan bekerja selama 28 jam per minggu setelah mendapatkan surat rekomendasi dari kantor Imigrasi. Surat ini harus saya tunjukkan ketika melamar kerja.

Sebelum memulai kerja, saya mengikuti training. Sistem training di MD lebih rapih dan terkoodinir. Ini bisa dimaklumi karena MD adalah perusahaan besar. Hari pertama saya diminta memakai seragam MD dan diajak menonton video sejarah MD. Setelah itu Pak Manajer menunjukkan buku panduan peraturan bagi pekerja part time (arubaito), termasuk gaji. Sebagai trainee saya mendapat 800 yen per jam, plus transport 400 yen, dihitung sejak training. Gaji ini akan meningkat menjadi 850 yen setelah saya bekerja tanpa pembimbingan. Beliau juga memberikan buku panduan tentang pembuatan segala produk MD. Training hari itu berlangsung satu setengah jam, dengan PR saya harus menghafalkan kalimat perkenalan dalam bahasa Jepang yang sangat sopan, juga menghafal nama-nama donut.

Training ke-2 sekaligus dianggap kerja, dengan tugas pertama, membersihkan ruangan pelayanan hingga toilet, mengepel lantai, melap kaca jendela, plus menata meja, menyalakan semua mesin, termasuk mesin kasir, menata donut dan memasang harga2 nya. Saya bawa `krepekan` (contekan) karena belum hafal nama-nama donut yang ada lebih dari 20 jenis. Hari itu saya bekerja 2 jam, dari jam 06.15 hingga jam 08.15, dan tidak sendirian tapi dibimbing oleh seorang pekerja senior.

Training hari selanjutnya, tugas sama persis, dan masih didampingi. Pendampingan masih terus berlangsung hingga 5 kali training. Selama kurang lebih 3 bulan saya mengerjakan pekerjaan yang sama. Karena jadwal kuliah saya di kampus mulai jam 08.45, maka saya hanya bisa bekerja di MD hingga jam 08.15, itupun tidak setiap hari. Hanya 2-3 kali dalam seminggu.

Bulan ke-4 saya mulai diajak masuk ke dapur, dengan tugas topping/finishing donut. Bimbingan langsung dari Manajer yang kami panggil Tensyu (Kepala Toko). Jangan heran, manajer di MD tidak ada yang punya ruang khusus, duduk membaca surat atau mengecek internet, tetapi mereka berseragam sama dengan kami, mengadon dan memasak sendiri donut2nya, pun berlumuran tepung dan gula.

Ada hal berharga yang saya pelajari selama bekerja di MD. Salah satunya mengenai pelayanan kepada tamu. Business di Jepang terkenal sangat menomorsatukan konsumennya, ditandai dengan ucapan/teriakan `Irasshaimase…!` yang kira-kira artinya `Selamat Datang`. Bahasa yang dipergunakan adalah bahasa dengan kesopanan paling tinggi. Contohnya untuk mengucapkan `selamat makan`, dipergunakan kalimat `go yukkuri o meshi agari kudasaimase`, yang dalam percakapan sehari-hari kita bisa mengatakan `o meshi agari kudasai `, `tabete kudasai` atau `tabete` atau yang paling kasar `tabero` (ini untuk anak2). Kemudian jika tamu hendak pulang, ucapan `arigatou gozaimashita` dengan bungkukan 45 derajat. Tidak saja bagian pelayanan (kasir) yang melakukan hal tersebu, tetapi Tensyu dari dapur pun melakukannya. Antara dapur dan ruang pelayanan terdapat jendela kecil untuk menyetor donut atau berfungsi lain sebagai space untuk mengecek kerja bagian front, ketika tensyu sedang memasak di dapur.

Yang tidak kalah menarik, adalah ucapan `sumimasen` yang berarti `maaf` yang harus kita ucapkan ketika hendak mengambil sesuatu yang akan mengganggu pekerjaan yang lain, atau ketika melakukan kesalahan. Ini sekali lagi tidak diucapkan oleh pekerja saja, tetapi juga manajer. Ketika sudah agak lama bekerja di MD, dan merasa sudah akrab dg lingkungan bekerja, saya pernah memarahi Tensyu karena beliau salah menghitung donut, tetapi dia menyalahkan saya. Mungkin baru kali ini ada kejadian bawahan memarahi manajer. Untungnya beliau tidak balik marah, malah minta maaf.

Ada satu kebiasaan juga yang sebenarnya sangat dianjurkan dalam lingkungan kerja MD, yaitu ketika ada tamu datang, atau tamu pulang, atau ketika menyetor donut baru, kita harus berteriak dengan kalimat-kalimat tertentu yang tentu saja sangat sopan. Sampai saat ini, saya tidak mau mengikutinya. Bukan karena alasan malu, tetapi satu, karena capek bekerja sambil teriak, yang walaupun kata Tensyu, bekerja sambil teriak membuat kita bersemangat terus. Alasan kedua, saya masih memegang prinsip wanita tabu berteriak-teriak, apalagi saya berkerudung. Sewaktu saya menyampaikan alasan ini kepada Tensyu, beliau sangat memakluminya.

Berdiri selama 2,3, hingga 7 jam membuat donut adalah pekerjaan yang melelahkan, tetapi bagi saya ucapan `otsukaresama deshita` , `arigatou gozaimashita` ( sama-sama capek, terima kasih banyak) yang selalu diucapkan oleh pekerja yang lain bahkan dengan membungkuk 90 derajat ala Tensyu membuat segala kepenatan itu hilang. Apalagi sembari mengantar setiap pekerjanya hingga pintu, dan mengucapkan `itterashshai` (selamat jalan), `ganbatte kudasai` (belajar yang giat), membuat saya merasa MD adalah rumah saya. Mengingatkan saya kepada mamak yang selalu melambai dan berpesan `hati-hati di jalan` , `belajar yang rajin ` , setiap saya berangkat ke sekolah dulu.

Ucapan `otsukaresama deshita` pun disampaikan ketika tensyu menyerahkan slip gaji saya dalam amplop, tentu saja tetap dengan gaya membungkuk.

Lain MD lain pula SG. Karena sebagian chef di SG adalah orang Thailand, maka kebiasaan orang Asia Tenggara masih kental sekali. Seperti , bekerja sambil mengobrol, membawa pulang makanan (Di MD, donut yang tidak laku harus dibuang, demikian pula donut yang bentuknya aneh atau toppingnya salah. Staf tidak boleh mengambilnya apalagi membeli dengan harga diskon. Bagi para staf membeli donut di bagian pelayanan akan mendapatkan diskon 50%), atau jam istirahat yang seenaknya.

Di restoran ini saya bekerja sebagai tukang cuci piring. Pekerjaan ini sebenarnya tidak terlalu berat karena menggunakan mesin. Tapi jika tamu banyak, cucian segunung, tetap saja punggung mau patah rasanya.

Adab, bahasa yang sopan tidak terlalu diutamakan di SG. Antar pegawai terbiasa memanggil dengan nama secara langsung tanpa embel-embel `san` di belakang nama kita. Training pun tidak seketat di MD. Kepada saya hanya ditunjukkan cara menggunakan mesin dan selanjutnya langsung bekerja, dengan gaji 850 yen per jam dan biaya transport 600 yen.

Atmosfer bekerja yang berbeda sangat saya rasakan di kedua tempat ini. MD dengan adab kesopanannya, SG yang bergaya santai tetapi tetap saja penuh suasana kekeluargaan. Saya sangat terharu jika para chef tiba-tiba datang ke tempat saya, menawarkan makanan dengan sangat sopan atau bahkan membekali saya makanan untuk pulang. Mereka tahu saya mahasiswa yang jarang makan makanan enak dan mahal ala restoran. hehehe….tengkyu ! Tetapi keduanya memiliki manajer (orang jepang) yang berkarakter sama, yaitu ikut bekerja langsung. Manajer saya di SG bahkan menggantikan saya mencuci piring jika saya terlambat datang.

Banyak kasus yang dialami oleh pekerja muslim di Jepang, khususnya TK yang dikirim illegal oleh jasa TKI dari negara kita. Beberapa di antaranya larangan untuk puasa atau tidak ada jam sholat. Atau tidak ada tunjangan kesehatan. Alhamdulillah saya tidak mengalami ini di MD dan SG. Tensyu di MD bahkan memberi saya kesempatan istirahat lebih untuk sholat dhuhur, bahkan sewaktu ramadhan, dengan sangat prihatin berkali-kali beliau menyuruh istirahat. Manajer saya di SG pun sangat toleran dengan makanan yang saya boleh makan, hingga ada menu khusus sea food untuk saya yang muslim (saya bekerja malam hari di SG dan makan malam di sana).

Menurut saya, jika status kita jelas, maka peraturan yang berlaku untuk kita pun semuanya jelas, jika kita berada di Jepang, dan jangan khawatir hukum Jepang tidak memandang bulu, berlaku sama untuk orang manapun. Manajer yang perusahaannya terdaftar wajib mengikuti aturan ini, termasuk memberikan asuransi kepada pegawainya dan mengatur pembayaran pajak penghasilannya. Jika ada masalah, apapun masalahnya, asalkan mau dibicarakan dengan baik-baik, maka pasti ada jalannya.

Tulisan ini dan Tulisan tentang pengalaman Inspiratif lainnya dapat dibaca di: Belajar dari dunia bisnis Jepang

Kontributor:

Murni RamliMurni Ramli. Lulusan Institut Pertanian Bogor ini pernah berprofesi sebagai tenaga pendidik di dua sekolah berasrama (boarding school) di Bogor. Dalam kesibukannya saat ini sebagai Kandidat Doctor (PhD) di bidang Manajemen Sekolah di Graduate School of Education and Human Development, Nagoya University, Japan, Beliau sangat aktif menulis tentang informasi dan pandangannya seputar manajemen & dunia pendidikan serta berbagai informasi menarik tentang negeri, budaya dan pandangan orang-orang Jepang. Pemilik blog “Berguru” ini juga sangat menyenangi dunia Penelitian dan Pengembangan serta mempelajari berbagai bahasa sehingga bisa menguasainya engan cukup baik, di antaranya: Bahasa Inggris, Jepang, Arab, Jawa, Bugis dan sedikit Bahasa Sunda.

.

Share and Enjoy: These icons link to social bookmarking sites where readers can share and discover new web pages.
  • MisterWong
  • Y!GG
  • Webnews
  • Digg
  • del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • blogmarks
  • Blogosphere News
  • Facebook
  • LinkedIn
  • Squidoo
  • Technorati
  • YahooMyWeb
  • Socialogs
  • email
blank

About the Author:

2 Comments on "Belajar dari dunia bisnis Jepang"

Trackback | Comments RSS Feed

  1. waahh…. ternyata begitu to gaya Manajer seorang jepang, pencerahan yang baik.
    terima kasih dan salam sukses.

    regards,

    LPMP GORONTALO | Matoduwolo

  2. blank kenan kembara says:

    Leadership memang sangat diperlukan… apalagi jika dikoordinasikan dengan baik….

    Sangat menarik juga ikut dibaca buku karangan Tedjo Tripomo tentang prinsip-prinsip perancangan struktur organisasi, bisa dicari di gramedia atau di googling.

    Salam hormat
    Kenan

Post a Comment