Pengaturan lingkungan kerja yang nyaman ala Jepang
Sejak hari Senin yang lalu (3/9) hingga hari Rabu (3/11), saya kembali diminta menjadi interpreter untuk dua orang professor dari Univ. Kebangsaan Malaysia. Karena keduanya fasih berbahasa Inggris maka tugas saya agak berat karena bahasa Inggris saya tidak bagus, dan lebih parah lagi materi yang dibicarakan dalam kunjungan bukan bidang saya (psikologi, ekonomi, dan work-life balance), jadi banyak kosa kata bahasa Jepang yang saya tidak tahu artinya, baik dalam bahasa Melayu maupun bahasa Inggrisnya.
Dua hari yang lalu kami mengunjungi sebuah perusahaan manufacturing yang memproduksi spare part Toyota. Nama perusahaan itu adalah Ryoei Engineering. Kebetulan sacho (direktur)nya adalah kenalan dari salah seorang prof. di Nagoya University. Sacho kadang-kadang diundang ke universitas untuk memberikan kuliah umum tentang perekrutan pekerja baru dan sistem bekerja di Jepang.
Selain berbincang dengan sacho, kami juga diajak berkeliling melihat situasi bekerja di dalam pabrik. Perusahaan Ryouei didirikan tahun 1973, tergolong sebagai perusahaan menengah dengan jumlah pegawai sekitar 150-an orang( di web tertulis 171 orang pd tahun 2008), di antaranya hanya ada 27 orang wanita. Pembicaraan dengan sacho menurut saya tidak terlalu menarik, tetapi pembicaraan dengan bucho (kepala) bagian kepegawaian merangkap wakil direktur, lebih berkesan. Kepala bagian perusahaan ini adalah mantan pekerja di Toyota, usianya 64 tahun, dan yang sangat mengagetkan dia hanya lulusan SMP.
Seperti halnya orang-orang tua Jepang yang biasa saya jumpai, bucho dengan sangat telaten dan penuh kebanggaan menjelaskan bagian demi bagian pabrik, sudut-sudut yang tidak menjadi perhatian awam.
Ryoei sebagaimana disebutkan dalam situsnya, memiliki 4 divisi, yaitu Divisi Mesin, Divisi Elektron (laser banyak dipergunakan di sini), Divisi Pemeriksaan Bahan, dan Divisi Lingkungan.Kami mengunjungi Divisi Mesin, Divisi Elektron/Laser, Divisi Pemeriksaan Bahan, dan bagian designer.
Lingkungan menjadi salah satu aspek yang sangat diperhatikan di Ryoei, seperti tampak bersihnya pabrik, ruang bekerja yang nyaman. Bucho sempat menunjukkan pemisahan yang ketat yang mereka lakukan. Misalnya, pemisahan sarung tangan kotor yang harus dibuang, atau masih bisa dipakai, pemisahan sampah yang lebih ketat daripada sistem kota Nagoya yang terkenal paling ketat se-Jepang, atau tentang penghematan yen dalam bentuk penggunaan kertas bolak balik.
Di dalam situsnya dituliskan tentang prinsip ramah lingkungan yang diterapkan di Ryoei, yaitu mengurangi keluaran CO2, mengurangi produk buangan/disposal goods, menciptakan produk ramah lingkungan. Boleh jadi prinsip-prinsip seperti ini juga dimiliki oleh perusahaan yang lain di Jepang, tetapi penjelasan bucho selanjutnya membuktikan bagaimana konsep-konsep itu dijalankan.
Sebagaimana prinsip perusahaan yang berkongsi dengan Toyota, mereka menerapkan sistem produksi Just In Time (JIT), yaitu semua bahan hanya dipakai sebatas yang dibutuhkan. Sehingga jika dalam satu bulan produksi direncanakan misalnya merakit 10 produk, maka bahan yang disiapkan adalah untuk 10 produk. Tidak ada gudang untuk menstock bahan, dan tidak pula ada space untuk membuang barang yang tak terpakai.
Suasana pabrik sangat bersih, dengan pekerja-pekerja muda yang bekerja tidak dengan ketegangan, sambil bercanda, dan saya menyimpulkan bahwa bucho sangat disenangi oleh para pegawai. Beberapa mesin dijelaskan baik yang manual maupun yang sudah menggunakan robotik. Karena saya bukan ahli teknik, maka saya hanya terkagum-kagum melihat mesin-mesin hebat dan menyimak penjelasan bucho, kadang-kadang saya lupa tugas sebagai interpreter.
Bucho juga menunjukkan pengolahan air bekas cucian menjadi air bersih yang sering dia minum. Tapi saya lebih tertarik untuk menanyakan mengapa di antara mesin-mesin itu ada vending machine yang menjual instant noodle cup dan minuman
Itu semua disiapkan untuk pekerja yang lembur atau sesekali mereka ingin menikmatinya di siang hari pada jam makan siang. Sebagian besar pekerja saat istirahat 20 menit memilih untuk mengebul dengan asap rokoknya, termasuk bucho yang kelihatannya perokok berat. Ini yang tidak termasuk ramah lingkungan barangkali
Di divisi elektron/laser saya melihat raket badminton tergantung di pojok ruangan. Rupanya sebagai bentuk rekreasi pekerja, kadang-kadang pekerja diberi kesempatan mengayun raket atau berolahraga yang lainnya.
Sebuah ruangan yang disebut ruang designer, yang berfungsi untuk merancang produk baru juga ditunjukkan kepada kami. Ada sekitar 30an pegawai dan hanya 5 orang perempuan di situ. Di antara pegawai yang duduk serius menghadapi komputer, ada seorang pekerja Myanmar yang sudah bekerja di perusahaan tsb, 2 tahun. Bucho dan kepala divisi designer kelihatannya menyukai anak yang sangat santun itu (kebetulan kami sempat bercakap dengannya).
Di dinding pojok ruang design terpampang sebuah kertas yang bertuliskan 5×5. Bucho menjelaskan bahwa 5×5 adalah prinsip bekerja yang harus dipatuhi oleh bagian design. Mereka harus merencanakan produk baru dalam 5 tahunan. Semisal, di tahun 2009, bagian design sudah harus merancang produk yang akan dikembangkan dalam 5 tahun ke depan. Tetapi kepala divisi mengatakan bahwa pada kenyataannya mereka mendesign, menguji coba hingga memproduksi produk baru dalam masa yang lebih singkat, 2-3 tahun.
Bagian terakhir yang diperlihatkan adalah sebuah tempat untuk meneliti dan menguji coba produk-produk baru. Ini semacam ruang kaizen (reformasi/pembaharuan) menurut saya. Ruang ini menjadi tempat uji coba produk-produk baru bagian design. Bucho menjelaskan tentang perubahan yang terjadi akibat krisis ekonomi yang memaksa Toyota mengurangi produksinya. Dengan pengurangan produksi Toyota maka otomatis terjadi pengurangan demand terhadap produk Ryoei. Oleh karena itu divisi design bekerja ekstra guna merancang produk baru. Kalau sebelumnya mereka hanya menerima pesanan saja dari Toyota dan beberapa client lain, kali ini mereka mulai merancang produk lain dan menawarkannya kepada konsumen. Tidak hanya berbentuk uraian atau gambar model produk, tetapi mereka berusaha menawarkan dalam bentuk barang yang sudah jadi.
Di bagian atas setiap ruang pabrik terpampang spanduk yang bertuliskan kata-kata pemacu semangat untuk tidak ikut lesu dengan adanya krisis ekonomi, dan perlunya melakukan penghematan 1 yen dan keberanian merancang produk-produk baru dan menawarkannya kepada konsumen.
Sistem jemput bola semacam ini mungkin sudah banyak diterapkan oleh perusahaan-perusahaan. Tetapi tidak mudah melakukannya bagi sebuah perusahaan yang selama ini sangat tergantung dengan Toyota.
Tulisan asli artikel ini dan tulisan menarik lagi tentang lingkungan kerja dan pendidikan di Jepang, dapat juga diakses langsung melalui link berikut ini: Perusahaan ramah lingkungan di Jepang
Kontributor:
Murni Ramli. Lulusan Institut Pertanian Bogor ini pernah berprofesi sebagai tenaga pendidik di dua sekolah berasrama (boarding school) di Bogor. Dalam kesibukannya saat ini sebagai Kandidat Doctor (PhD) di bidang Manajemen Sekolah di Graduate School of Education and Human Development, Nagoya University, Japan, Beliau sangat aktif menulis tentang informasi dan pandangannya seputar manajemen & dunia pendidikan serta berbagai informasi menarik tentang negeri, budaya dan pandangan orang-orang Jepang. Pemilik blog “Berguru” ini juga sangat menyenangi dunia Penelitian dan Pengembangan serta mempelajari berbagai bahasa sehingga bisa menguasainya dengan cukup baik, di antaranya: Bahasa Inggris, Jepang, Arab, Jawa, Bugis dan sedikit Bahasa Sunda.
.
What’s up, after reading this amazing post i am too cheerful to share my knowledge here with mates.