Belajar dari Barack Obama
Barack Obama inauguration was so phenomenal. Untuk pertama kalinya, ada orang kulit hitam yang menjadi presiden amerika. Kejadian bersejarah ini disiarkan di seluruh dunia yang ingin ikut menyaksikan pelantikan presiden ke-44 ini. Konon, di Amerika Serikat sendiri, orang datang berduyun-duyun ingin melihat langsung peristiwa ini dan jumlahnya mencapai 4 juta! Luar biasa! Angka yang tak pernah ada dalam sejarah pelantikan presiden di Amerika Serikat.
Peristiwa ini juga mengesankan buat saya yang merasa beruntung berada pada satu zaman dengan Obama. Bagi saya, Obama mengisyaratkan suatu potensi luhur manusia yang telah mencapai puncaknya. Dengan kepribadian yang begitu kuat dan rasa percaya diri yang mungkin mencapai 1000 Mega Watt, ia berani tampil untuk memimpin penduduk besar AS. Ia bahkan bertekad tidak hanya memimpin untuk negaranya tetapi juga untuk memimpin dunia. Padahal dia masih muda untuk ukuran seorang presiden di negara besar, bahkan dengan citra negara adidaya.
Dia mampu memberikan inspirasi dengan kekukuhan visinya mengenai masa depan AS, bahkan dunia, di bawah kepemimpinannya. Bukan cuma dari segi usia, latar belakang ras Afro-America yang disandangnya juga tidak menghalanginya untuk maju ke tangga puncak kepemimpinan. Selama berabad-abad Ras Afro-America telah dikebelakangkan dan harus berjuang untuk kesetaraan derajat dan harkat kemanusiaannya. Ia telah membuktikan bahwa manusia, dengan latar belakang apapun, dengan beban sejarah yang bagaimanapun sejak masa nenek moyangnya, mampu keluar dari kekelaman sejarahnya itu dan membuka tabir baru untuk kehidupannya…. saat ini, yang ia hadapi. Bukan harus merundung nasib meratapi sejarah pahit yang melingkupi rasnya.
Tentu saja, keberhasilan Obama tidak terlepas dari perjuangan para pendahulunya yang mencari kesetaraan hak antar manusia. Bisa dibilang, dia menikmati buahnya itu dengan berjalan di jalur yang sudah dirambah oleh pendahulunya. Tetapi, apapun visi yang digulirkannya, terlepas benar atau tidaknya visi itu (apalagi pertanggungjawabannya di hadapan Tuhan), dia sungguh-sungguh berani. Dia sungguh mengingatkan saya akan ciptaan Tuhan yang namanya manusia, yang memiliki potensi luar biasa untuk menjadi apapun yang unggul dan besar.
Sekarang menengok diri sendiri rasanya jadi malu hati. Apa masa lalu yang telah membelenggu kita sehingga kita sulit untuk melangkah maju? Apakah karena kita dari kampung sehingga tidak berani bersaing dengan orang kota? Apakah karena orangtua kita adalah petani sehingga kita “minder” untuk menjadi pengusaha berbasis teknologi? Apakah karena kita tak pernah jadi juara kelas, maka kita membiarkan kemenangan prestasi hanya milik orang-orang pandai ber-IQ cerdas? Lalu ketika dewasa kita membiarkan diri kita menjadi pengikut, berada di belakang orang lain, mengiyakan setiap pendapat atasan, atau lebih buruk lagi, menerima nasib menjadi orang yang selalu di bawah orang lain? Atau, apakah karena kita “malu” menjadi bangsa Indonesia dan memandang diri kita serba kekurangan dibanding bangsa lain? Tanamkanlah rasa “rendah diri” itu, maka selamanya kita tidak akan menjadi siapa-siapa.
Belajar dari Obama, semestinya latar belakang kita tak perlu menjadi penghalang kita untuk maju. Latar belakang adalah sejarah, kita tak bisa mengubahnya. Demikian pula sebaliknya. Sebagai masa lalu, sejarah juga tak berdaya menguasai kita. Yang bisa kita ubah adalah masa depan. Harapan perubahan itu ada jika kita cermat dengan apa yang sedang kita lakukan sekarang. Obama pada usia 30-an tentu melakukan sesuatu yang tidak dilakukan kebanyakan orang di usianya. Setelah lewat satu dekade, upaya yang sudah ia rintis bisa ia petik buahnya. Lihatlah sekarang, benih apa yang sedang kita tebarkan? 10 tahun lagi, akan menjadi siapakah kita?
Kontributor:
Tati Mulyawati, Psi. adalah psikolog lulusan Universitas Indonesia yang mendalami bidang coaching & counseling sebagai Professional Coach dan telah mendapatkan berbagai pelatihan dan sertifikasi international di bidang ini. Latar belakang pendidikannya dan ketertarikannya pada human development, alternative education dan youth education memberinya banyak wawasan dalam membantu memahami berbagai permasalahan dan membantu setiap clientnya mencapai solusi terbaik dalam menghadapi permasalahan yang mereka hadapi.
Beberapa aktivitas social yang masih berhubungan dengan profesinya adalah sebagai Ketua Yayasan Petrof Indonesia dan Sekretaris Asosiasi Psikolog Sekolah Indonesia Cabang Depok
Connect
Connect with us on the following social media platforms.