Belajar Dari Orang-Orang Luar Biasa
Pagi itu Abah, demikian ia biasa dipanggil, memulai harinya dengan tetap menggendong bakul dan memegang gancu panjang. Dua benda itu seolah bukan lagi menjadi bagian hidupnya, tapi telah menjadi bagian dari tubuhnya. Sudah puluhan tahun dua jenis benda ini menemani Abah dan membantu Abah mencari nafkah. Gancu panjang itu bagaikan pedang perang yang selalu siap menghunus lawan-lawannya, bakul terbuat dari rajutan bambu tanpa penutup itu bagaikan pundi-pundi yang siap menampung harta-harta rampasan perang.
Abah adalah seorang pemulung sampah di Tempat Pembuangan Akhir Sampah di Jawa Barat. Bersama dengan ratusan pemulung lainnya mereka memulai hari dan mengakhirinya di situ. Hari terasa begitu pendek dan bersemangat bila truk-truk datang membawa sampah yang bisa dikumpulkan untuk kemudian dijual ke lapak. Hari terasa begitu panjang melelahkan bila truk-truk yang datang hanya membawa sampah-sampah organik yang tidak laku dijual. Dan hari terasa berhenti ketika truk-truk sampah itu tertahan oleh demo warga di luar TPAS karena menolak kehadiran TPAS. Hanya itu variasi hari yang dimiliki. Bagi mereka masa depan adalah hari ini.
Tapi, Abah adalah orang yang luar biasa. Ditengah kerasnya perjuangan hidup, himpitan ekonomi dan fisik yang mulai lemah – ia contohkan kepada kita makna hidup dan kepatuhan ketuhanan yang luar biasa. Dari tangan kecilnya itu, ia kumpulkan kardus-kardus tebal, triplek bekas, terpal, seng,dan kayu-kayu. Ia rangkai material-material sisa tersebut menjadi ‘bangunan’ berukuran 8mx8m lengkap dengan lubang pintu dan jendela. Dengan uangnya yang sangat pas-pasan, Abah masih sisihkan untuk membeli beberapa batang kayu yang tidak bisa ia dapat dari tumpukan sampah. Ia mendirikan sebuah rumah ibadah dari bahan seadanya. Ia membangun Mushola di lingkungan TPAS itu. Dan di atas sepotong tripleks bekas, ia beri nama mushola itu : Mushola At Taqwa.
Sahabat,sesungguhnya Abah tidak hanya mendirikan Mushola. Tapi ia telah mendirikan ke-Taqwa-an. Dialah Extraordinary People.
Kisah manusia yang bisa berbuat baik dengan segala keterbatasannya , juga kita peroleh dari kisah Suster Apung di kepulauan Indonesia Timur. Dengan gaji yang sangat minim,ibu setengah baya ini penuh tulus memberikan pelayanan kesehatan kepada masyarakat, bahkan harus menempuh perjalanan malam hari dengan perahu getek. Resiko dan keletihan seolah tidak ada dalam kamus Suster Apung. Rasa kepedulian ia tunjukkan juga dengan kesediaan memberikan pelayanan di luar area tugasnya. Extraordinary People.
Atau kisah seorang kakek berkaki satu bertangan satu di Masjidil Haram. Kakek berusia tujuh puluhan tahun ini mengabdikan dirinya tanpa diminta dan meminta balasan apapun dengan cara membagikan gelas-gelas plastik berisi air zam-zam kepada jamaah. Penyangga kaki yang terbuat dari kayu itu terus beradu dengan kerasnya lantai marmer Masjidil Haram. Seretan kakinya yang pelan dan berat tidak menghalanginya untuk terus mengambil dan membagikan air zamzam. Entah berapa puluh kali ia isi dan bagikan gelas-gelas plastik berisi air zamzam itu kepada jemaah yang sesungguhnya tidak tega melihat kondisi fisiknya. Sesungguhnya ia yang lebih pantas dibantu diambilkan air zamzam itu. Extraordinary People.
Abah,Suster Apung dan Kakek Berkaki Satu – memberikan pelajaran berharga kepada kita, bahwa untuk berbuat baik tidaklah harus dalam kondisi berpunya,kuat,dan berpengaruh. Kesusahan,serba kekurangan, tidak memiliki kekuasaan – bukanlah alasan untuk tidak berbuat baik. Ada seribu alasan dan cara untuk berbuat baik. Abah,Suster Apung dan Kakek Berkaki Satu itu memiliki Niat, Motivasi dan Keikhlasan yang luar biasa. Tiga kata umum yang sering kita dengar dan paham betul definisinya.
Pertama Niat dan Motivasi. Niat, mendasari seseorang melakukan sesuatu, niat mendasari perbuatan dan orientasi kita. Niat yang kuat akan menghasilkan motivasi yang kuat. Motivasi yang kuat akan menggerakkan anggota tubuh untuk bertindak mewujudkan niat itu. No Niat – No Motivation – No Action, itu kira-kira rangkaian keterkaitannya.
Bagaimana orang bisa memiliki motivasi luar biasa ? Kata Maslow, seorang akan termotivasi melakukan sesuatu karena berbagai alasan,mulai yang terendah physiological need sampai self actualization need. Mclleland, menyimpulkan ada tiga sumber motivasi atau alasan seseorang melakukan sesuatu, yakni kebutuhan akan kekuasaan, kebutuhan untuk berafiliasi, dan kebutuhan untuk berprestasi.
Melihat referensi dua teori itu, nampaknya sumber motivasi Abah,Suster Apung dan Kakek Berkaki Satu itu – berada diluar lingkup Maslow dan Mclelland. Mereka memiliki sumber motivasi yang sulit terukur karena luhurnya, yakni keimanan dan mengharapkan ridho NYA. Mereka melakukan itu karena ‘imanan wahtihsaban’ seperti motivasi yang dituntut oleh Puasa Ramadhan. Melakukan sesuatu karena keimanan dan penuh harap (keridhoan). Bukan karena pemenuhan kebutuhan fisik, aktualisasi diri apalagi keinginan dipuji karena prestasinya.
Anis Mata dalam bukunya ‘Mencari Pahlawan Indonesia’ menjelaskan alur dari sumber motivasi yang diajarkan Islam. Motivasi berwal dari Mutsul Ulya’ atau cita-cita yang tertinggi dalam hidup, yang kemudian melahirkan Hamm atau kegundahan akan kurangnya perbuatan baik . Hamm akan membentuk Irodah atau kemauan, dan irodah akan membentuk azam (tekad). Azam sama dengan motivasi. Alur ini lebih pas menggambarkan source of motivation Abah ,Suster Apung dan Kakek Berkaki Satu itu. Sumber motivasi atau Mutsul Ulya’ mereka adalah Imanan Wahtihsaban itu.
Kedua adalah keikhlasan. Kita sering salah mengartikan keihklasan sebagai mengerjakan sesuatu sekedarnya saja, se-ikhlasnya. Sejatinya keihklasan tidak diartikan seperti itu. Benar memang keikhlasan tidak mengharap balas. Ciri perbuatan yang dilakukan dengan ikhlas adalah berkualitas. Perbuatan yang dilakukan dengan Ikhlas pasti berkualitas. Kalimat negasinya, kalau output dari perbuatan kita belum berkualitas maka kita perlu menengok ulang level keikhlasan kita.
Niat , Motivasi dan Keikhlasan. Tiga kata hafalan yang belum khatam juga saya pelajari. Saya masih sering salah dalam menentukan source of motivation, keliru memilih sumber motivasi, dan keliru mengartikan keikhlasan. Masih perlu belajar dari banyak contoh tentang praktek bagaimana meng- Imanan Wahtihsaban – kan seluruh perbuatan kita. Wallahualam.
[prasabri pesti, 12 Ramadhan 1429/12 Sep 2008]
Catatan : Cerita Abah Pemulung saya dengar dari khotib Idul Fitri tahun 2003 di Medan, Cerita Suster Apung dari berbagai Media, Kakek Pembagi Air Zamzam dari amatan dan pengalaman Umrah Tahun 2007.
Tulisan asli ini dan berbagai tulisan tentang inspiratif dan refleksi social dapat pula diakses di: Belajar Dari Orang-Orang Luar Biasa
Kontributor:
Prasabri Pesti. Lulus dari STTTelkom Bandung pada tahun 1998 dan saat ini tengah menyelesaikan study lanjutnya di Program Pasca Sarjana MM-UGM. Dalam usia yang relatif muda, beliau termasuk salah satu pejabat PT. Telkom yang sukses menapaki karirnya, Setelah serangkaian rotasi jabatan di Kandatel Telkom di kota-kota Jawa Tengah, saat ini beliau dipercaya menempati pos sebagai General Manager PT Telkom Bogor. Di sela berbagai aktifitasnya sebagai seorang proffesional yang super sibuk, beliau masih menyempatkan diri untuk terus belajar dan menulis berbagai artikel inspiratif melalui blognya. Selain hal tersebut, kepedulian dan perhatiannya pada pengembangan sumber daya manusia diwujudkannya melalui aktifitas-aktifitas sosial, yang salah satunya adalah sebagai penggagas berdiri dan pengasuh komunitas blogger di kota hujan Bogor.
Saya termasuk orang yang tidak berpunya asalnya, dan kemampuan saya juga biasa – biasa aja. tetapi sepakat sekali dengan 3 modal dasar itu (Niat , Motivasi dan Keikhlasan) telah mengahntarkan saya menuju keberhasilan & kecukupan yang saya rasakan saat ini. sekarang saya bekerja di Dirjen Pajak selain ingin mengembangkan skill di dunia online