BIAS PENILAIAN KINERJA
Tidak jarang para karyawan merasa kecewa karena dinilai tidak memiliki kinerja yang standar. Mereka menganggap telah terjadi manipulasi data oleh penilai. Bisa saja itu terjadi kalau penilaian kinerja terhadap karyawan dilakukan dengan ukuran subyektif. Dengan kata lain terjadi peluang munculnya bias. Di sini, bias merupakan distorsi pengukuran yang tidak akurat. Meskipun pelatihan bagaimana melakukan penilaian kerja dapat mengurangi bias, maka bias sering terjadi ketika penilaian tetap tidak lepas dari unsur emosional para penilai. Bentuk bias penilai meliputi hal – hal berikut.
Hallo Effect
Bias ini terjadi ketika opini personal penilai terhadap karyawan mempengaruhi ukuran kinerja. Sebagai contoh, jika seorang penilai menyukai seorang karyawan, maka opini tersebut bisa jadi mengalami distorsi estimasi terhadap kinerja karyawan itu. Masalah ini sering meringankan atau memberatkan ketika para penilai harus menilai karakter kepribadian teman-teman mereka, atau seseorang yang sangat tidak disukainya.
Kesalahan Kecenderungan Penilaian Berlebihan
Beberapa penilai tidak menyukai untuk menilai karyawan apakah dalam kondisi efektif atau dalam kondisi rata-rata. Dalam bentuk penilaian, distorsi ini menyebabkan para penilai untuk menghindari penilaian ekstrem, seperti nilai amat buruk dan sempurna. Sebagai gantinya mereka menempatkan angka-angka penilaiannya dekat dengan rata-rata. Inilah yang disebut bias atau kesalahan menilai. Padahal ini mengakibatkan kerugian pada karyawan yang memang secara obyektif memiliki kinerja tinggi.
Bias Kemurahan dan Ketegasan Hati
Bias kemurahan hati terjadi ketika para penilai cenderung begitu mudah dalam menilai kinerja para karyawan. Beberapa penilai melihat semua karyawan adalah baik dan memberikan penilaian yang menyenangkan. Bias ketegasan hati merupakan hal yang sebaliknya. Hal itu merupakan hasil dari para penilai yang begitu keras dalam evaluasinya. Sering disebut “kikir” dalam menilai. Kedua bentuk bias ini lebih umum terjadi ketika standar kinerja tidak jelas.
Bias Lintas Budaya
Tiap penilai memiliki harapan tentang perilaku manusia yang didasarkan pada budayanya. Ketika orang-orang diharapkan untuk mengevaluasi yang lainnya dari kultur yang berbeda, mereka mungkin menggunakan harapan budayanya kepada seseorang yang memiliki kepercayaan atau perilaku yang berbeda. Dengan keragaman budaya yang lebih besar dan tingginya mobilitas karyawan melintas batas internasional, sumber bias potensial menjadi lebih mungkin muncul.
Prasangka Personal (Contrast Effect)
Ketidaksukaan penilai terhadap sebuah kelompok orang dapat mendistorsi penilaian yang orang terima. Sebagai contoh, beberapa departemen SDM telah memperhatikan penyelia pria boleh jadi memberikan penilaian rendah yang tidak semestinya diberikan pada perempuan yang memegang pekerjaan atau jabatan yang secara tradisi dipegang kaum laki-laki. Kadang-kadang para penilai tidak sadar akan prasangkanya, dan hal ini membuat bias lebih sulit untuk dibatasi. Meskipun demikian, para ahli hendaknya memberi perhatian dalam membuat pola penilaian tanpa adanya unsur prasangka. Prasangka akan mengabaikan penilaian efektif dan dapat melanggar hukum antidiskriminasi. Hal ini akan melanggar persamaan hak dalam pekerjaan.
Bagaimana mengurangi bias penilai? Manakala ukuran kinerja yang subyektif harus digunakan, bias dapat dikurangi melalui pelatihan, umpan balik, dan teknik seleksi kinerja yang lebih baik.
Ada tiga langkah pelatihan untuk para penilai, yaitu
- Bias dan penyebabnya harus jelas,
- Peranan keputusan tentang penilaian kinerja terhadap karyawan harus dijelaskan untuk menekankan kebutuhan akan kejujuran dan obyektif, dan
- Jika ukuran-ukuran subyektif digunakan, para penilai harus menggunakannya sebagai bagian dari pelatihan.
Sebagai contoh, pelatihan di ruang kelas membutuhkan evaluasi terhadap pelatih atau video-tape untuk menunjukkan situasi pekerja dan pekerjaan. Kesalahan kesalahan yang tidak kelihatan selama evaluasi simulasi kemudian dapat dibetulkan melalui tambahan pelatihan atau konseling.
Sekali ukuran subyektif telah dibahas dan masuk dalam praktik, para penilai harus memperoleh umpan balik tentang penilaian sebelumnya. Apakah penilaian terbukti secara relatif akurat atau tidak akurat. Umpan balik akan membantu para penilai menilai perilaku mereka secara lebih tepat. Departemen SDM juga dapat mengurangi distorsi melalui penyeleksian teknik penilaian kinerja yang hati-hati. Fokusnya pada teknik penilaian terhadap kinerja masa lalu dan kinerja masa depan. Umpan balik dapat terjadi ketika yang dinilai berhak untuk memprotes jika hasil penilaiannya dianggap tidak adil.
Tulisan ini dan berbagai tips-tips praktis seputar MSDM dapat diakses juga di: BIAS PENILAIAN KINERJA
Kontributor:
Prof. Dr. Ir. H. Sjafri Mangkuprawira seorang blogger yang produktif, beliau adalah Guru Besar di Institut Pertanian Bogor yang mengasuh berbagai mata kuliah di tingkat S1 sampai S3 untuk mata kuliah, di antaranya: MSDM Strategik, Ekonomi Sumberdaya Manusia, Teori Organisasi Lanjutan, Perencanaan SDM, Manajemen Kinerja, Manajemen Pelatihan, Manajemen Program Komunikasi. MSDM Internasional, Manajemen Pemberdayaan Masyarakat dan Lingkungan,
Beliau adalah salah seorang pemrakarsa berdirinya Program Doctor bidang Bisnis dan dan saat ini masih aktif berbagi ilmu di Program Pascasarjana Manajemen dan Bisnis Institut Pertanian Bogor (MB-IPB).
Untuk mengetahui lebih lanjut tentang diri dan pemikiran-pemikiran beliau, silakan kunjungi Blog beliau di Rona Wajah
Hello! This post could not be written any
better! Reading this post reminds me of my old room mate!
He always kept talking about this. I will forward this write-up to him.
Pretty sure he will have a good read. Many thanks for sharing!