Genius Contact – Orang Pintar Baru
Einstein pernah bilang, orang-orang pintar bisa ‘diciptakan’ melalui mekanisme genius contact, yaitu berinteraksi secara terus-menerus dengan para jenius. Kalau kita mau menjadi pintar sering-seringlah berkumpul dengan orang-orang jenius. Maka kita akan menjadi pintar. Hanya pintar. Tidak sampai menjadi genius seperti mereka.
Genius Contact. Apabila kita tidak terlalu pintar dalam bidang matematika, maka perbanyaklah berinteraksi dengan para jenius matematika. Insyaallah kita akan naik level dari tidak terlalu pintar menjadi pintar. Demikian juga bila kita ingin pintar dalam bidang sastra, musik, fisika, kimia, biologi, manajemen, leadership – maka cari dan berinteraksilah dengan jenius-jenius di bidang itu.
Walisongo, juga mengatakan yang sama dengan Einstein. Ini bisa kita temui di bait syair ‘Tombo Ati’. Salah satu obat hati, kata Walisongo, adalah “Wongkang Sholeh Kumpulono” – berkumpul dengan orang-orang shaleh. Kalau kita ingin memiliki ketentraman hati seperti yang dimiliki oleh orang-orang shaleh, maka sering-seringlah berkumpul dengan mereka. Begitu nasihat Wali Songo.
Tidak semua bisa langsung sependapat dengan konsep penularan ala genius contact ini.
“Wah..berarti kita harus pilih-pilih dong dalam berteman…..”,kata seorang rekan.
“Tergantung orientasi kita..” jelas rekan yang lain, “kalau kita ingin berteman seluas-luasnya maka prinsip jangan pilih-pilih teman itu penting. Tapi tidak salah juga kalau kita berharap menaikkan level kepintaran kita melalui interaksi dengan sahabat-sahabat kita. “
Diskusi sederhana itu ditutup dengan membenarkan nasihat orang tua yang sering kita dengar sejak kita beranjak dewasa : hati-hatilah memilih teman dan lingkungan.
Adalah Cacuk Sudarijanto (CS) salah satu orang pintar yang mengakui keampuhan genius contact ini. Dalam buku ‘Belajar Tiada Henti’ CS menceritakan kecenderungan dirinya untuk berkumpul dengan orang-orang yang ia anggap lebih hebat dari dirinya. Masa kuliah misalnya, ia berusaha bergabung dan ikut kelas-kelas angkatan senior. Dalam menjalankan itu CS sadar betul adanya konsep genius contact ini. Kesadaran ini berlanjut terus sampai ke dunia kerja, CS selalu memprioritaskan pembentukan culture lingkungan yang baik disaat ia memiliki kekuasaan untuk merubah lingkungan. Ia sadar betul lingkungan yang baik merupakan media genius contact bagi anggota lingkungan itu.
“Lingkungan tempat kita bekerja adalah kampus sesungguhnya,” kata CS. Benar. Seorang sahabat yang ketika tamat kuliah nampak biasa-biasa saja, setelah 5 tahun bekerja – kini tampil beda. Cara berpikirnya menjadi runtun,kata-katanya tersusun rapi, dan sense of urgency-nya sangat kuat. Lingkungan perusahaan (culture perusahaan yang baik) telah membentuk dirinya. Dia telah mengalami genius contact dan menyerapnya dengan baik.
Ada juga cerita lain. Seorang sahabat yang dulu dikenal memiliki achievement motivation tinggi, kemampuan belajar, dan wawasan yang selalu update – telah mengalami un-genius contact dari lingkungan barunya. “Easy going dan ikut arus saja Mas”, kata sahabat itu. Ia telah kehilangan personal brand sebagai seorang yang memiliki Achievement motivation dan semangat meng-update diri yang tinggi. Un-Genius Contact.
Apakah selalu lingkungan mempengaruhi kita? Bisakah dibalik menjadi kita yang mempengaruhi lingkungan ? Bisa. Itu adalah proses ‘adu kuat’ antara personal value yang kita miliki dengan culture lingkungan yang sudah lebih dulu terbentuk. Namun, data empirisnya membuktikan sebagian besar adu kuat itu dimenangkan oleh culture lingkungan.
Lantas apakah kita hanya perlu berteman dengan yang baik-baik saja, atau orang-orang hebat saja, atau lingkungan yang baik saja ? Tentu penerjemahannya tidak harfiah seperti itu. Rasanya sangat tidak harmonis dan seimbang kehidupan ini bila hanya diisi pertemanan dengan orang-orang hebat saja. Nabi Muhammad menganjurkan kepada kita untuk memperbanyak bergaul dengan saudara-saudara kita yang kurang beruntung. Tujuannya agar kita bisa merasakan kesusahan mereka, mempertebal rasa syukur, dan kemudian membantu mereka. Konsepnya juga genius contact : belajar dari kesabaran orang-orang yang memiliki kejeniusan dalam bersabar.
Jadi, bagi sebagian kita yang terpaksa masuk ke dalam lingkungan yang culture-nya kurang baik, ada tiga pilihan : bisa memilih berjuang untuk menebarkan aura baik di lingkungan, atau menyiapkan exit system yang lain, atau menikmati saja keberadaan kita di lingkungan itu –easy going dan ikut arus. Berjuang menebarkan aura kebaikan di lingkungan seyogyanya menjadi pilihan pertama.
Dan, bagi kita yang saat ini berada dalam lingkungan yang memiliki culture yang baik, bersyukurlah. Proses genius contact itu sedang terjadi. Bukalah diri kita untuk menerima proses penularan kepintaran itu. Kerahkan semua daya tangkap indra kita untuk menyerap sinyal-sinyal kebaikan. Pandai-pandailah memisahkan noise dari sinyal karena tidak ada sinyal yang seratus prosen bebas noise. Dan kemudian, bersiaplah menjadi orang pintar baru.
[Prasabri Pesti, Inspirasi dari buku ‘Belajar Tiada Henti’]
Tulisan asli ini dan berbagai tulisan tentang refleksi social dan leadership dapat pula diakses di: Genius Contact – Orang Pintar Baru
Kontributor:
Prasabri Pesti. Lulus dari STTTelkom Bandung pada tahun 1998 dan saat ini tengah menyelesaikan study lanjutnya di Program Pasca Sarjana MM-UGM. Dalam usia yang relatif muda, beliau termasuk salah satu pejabat PT. Telkom yang sukses menapaki karirnya, Setelah serangkaian rotasi jabatan di Kandatel Telkom di kota-kota Jawa Tengah, saat ini beliau dipercaya menempati pos sebagai General Manager PT Telkom Bogor. Di sela berbagai aktifitasnya sebagai seorang proffesional yang super sibuk, beliau masih menyempatkan diri untuk terus belajar dan menulis berbagai artikel inspiratif melalui blognya. Selain hal tersebut, kepedulian dan perhatiannya pada pengembangan sumber daya manusia diwujudkannya melalui aktifitas-aktifitas sosial, yang salah satunya adalah sebagai penggagas berdiri dan pengasuh komunitas blogger di kota hujan Bogor.
Connect
Connect with us on the following social media platforms.