MANAJEMEN PHK VS KRISIS FINANSIAL GLOBAL
Orang lain makan nangka tetapi kita kena getahnya. Krisis finansial awalnya di negeri orang (Amerika Serikat), tetapi kita sendiri terkena akibatnya. Rasanya sangat tidak adil. Semua itu akibat dari perilaku ekonomi negara yang disebut “maju” namun serakah. Daya beli mereka cenderung menurun. Resesi global sudah melanda di semua negara termasuk di negara-negara maju. Pasalnya pertumbuhan ekonomi terus merosot sampai titik negatif. ILO memerkirakan resesi global akan berakibat pada pengangguran yang besar yakni mencapai sekitar 20 juta orang di seluruh dunia. Dampak krisis itu sudah mulai meminta korban dalam bentuk menurunnya ekspor barang-barang Indonesia. Biang keroknya karena permintaan dari negara-negara maju yang menurun. Bahkan ada yang menghentikan kontrak pembelian terhadap produk-produk industri garmen-tekstil, kayu dan produk perkebunan. Di sisi lain diperkirakan suku bunga pinjaman dalam negeri akan semakin bergerak naik. Jelas saja cicilin pokok dan bunga kredit oleh perusahaan akan semakin berat.
Berbarengan dengan itu tuntutan karyawan perusahaan untuk menaikan upah minimum kabupaten dan kota semakin menjadi-jadi plus penolakan SK Bersama Empat Menteri. Maka bertambah lengkap dan rumitlah permasalahan yang dihadapi dunia bisnis itu. Akibat logisnya adalah pabrik perlu menurunkan kapasitas produksinya; ada yang sampai sekitar 40%. Buntutnya adalah perusahaan harus mengambil keputusan tidak populer sekaligus “menyakitkan” yakni rasionalisasi dalam bentuk pemutusan hubungan kerja (PHK) dan merumahkan sebagian karyawannya. Hal itu terjadi antara lain di daerah pertekstilan yang kebanyakan di pulau Jawa, perkayuan di Riau dan Kalimantan yang jumlahnya mencapai puluhan ribu dan bahkan mungkin bisa ratusan ribu karyawan. Karena itu bagaimana sebaiknya PHK itu dikelola di tingkat makro dan mikro?
Di tingkat makro sebaiknya pihak-pihak terkait seperti Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi, Departemen Perindustrian, dan Departemen Dalam Negeri serta Gubernur Bank Indonesia dan KADIN mencari terobosan-terobosan yang sifatnya operasional baik berskala jangka pendek maupun jangka panjang. Pemerintah bersama para asosiasi perusahaan harus melakukan analisis atau audit ulang finansial dan manajemen perusahaan dalam menemukan upaya-upaya efisiensi sehingga dapat memperkecil terjadinya PHK besar-besaran. Selain itu harus sudah disiapkan bentuk program jaminan sosial termasuk pesangon yang memungkinkan para karyawan yang terkena PHK bisa berbisnis sendiri. Pengembangan usaha di sektor rill juga perlu diprioritaskan sebagai katup pengaman terjadinya pengangguran yang semakin membengkak. Pemerintah daerah dengan semangat otonomi daerahnya perlu menyiapkan peluang kerja dalam bentuk program padat karya berbagai proyek daerah. Jadi intinya jangan sampai timbulnya krisis finansial global ini mengakibatkan fenomena kemiskinan semakin meluas.
Sementara itu di tingkat mikro, perusahaan harus melakukan langkah-langkah persiapan dan pelaksanaan PHK dengan sistematis yang meliputi;
Pertama, menyiapkan segala informasi tentang kondisi kesehatan perusahaan secara jujur dan obyektif berikut penetapan besaran jaminan sosial dan pesangon yang pantas sesuai dengan peraturan yang berlaku. Dicari kemungkinan jalan keluar untuk menerima kembali mereka yang terkena PHK seandainya kondisi bisnis perusahaan mulai pulih kembali. Dalam tahap ini sebaiknya pihak manajemen sudah berkonsultasi dengan pihak serikat pekerja, biro bantuan hukum perusahaan, dan biro psikologi.
Kedua, menyampaikan dan menjelaskan semua alasan terjadinya PHK ke seluruh karyawan. Tentunya hal ini cukup dilakukan oleh direksi atau manajer di tiap unit kinerja masing-masing. Pihak manajemen harus sudah siap menjawab semua persoalan yang menyangkut kondisi perusahaan dan alasan PHK.
Ketiga, pihak manajemen sebaiknya sudah siap dan tenang menghadapi berbagai keluhan dan tuntutan bahkan resistensi karyawan yang terkena PHK. Hindari adanya tindakan konfrontasi yang bisa menimbulkan konflik berkepanjangan dengan mereka. Kembalikan setiap usaha mengatasi konflik melalui jalur peraturan perundang-undangan yang berlaku dan kesepakatan kerja internal.
Keempat, menyampaikan surat keputusan tentang PHK, pesangon dan atau jaminan sosial, dengan tidak lupa menyampaikan ucapan terimakasih dan penghargaan. Intinya benar-benar memanusiakan karyawan.
Dan kelima advokasi pelatihan dan pengembangan kewirausahaan bagi karyawan. Diharapkan para karyawan dapat menggunakan uang tersebut untuk modal bisnisnya. Hal ini penting dilakukan agar jangan sampai ada kesan “habis manis sepah dibuang”.
Tips ini dan Artikel menarik lainnya dapat diaskes di: MANAJEMEN PHK VS KRISIS FINANSIAL GLOBAL
Kontributor:
Prof. Dr. Ir. H. Sjafri Mangkuprawira seorang blogger yang produktif, beliau adalah Guru Besar di Institut Pertanian Bogor yang mengasuh berbagai mata kuliah di tingkat S1 sampai S3 untuk mata kuliah, di antaranya: MSDM Strategik, Ekonomi Sumberdaya Manusia, Teori Organisasi Lanjutan, Perencanaan SDM, Manajemen Kinerja, Manajemen Pelatihan, Manajemen Program Komunikasi. MSDM Internasional, Manajemen Pemberdayaan Masyarakat dan Lingkungan,
Beliau adalah salah seorang pemrakarsa berdirinya Program Doctor bidang Bisnis dan dan saat ini masih aktif berbagi ilmu di Program Pascasarjana Manajemen dan Bisnis Institut Pertanian Bogor (MB-IPB).
Untuk mengetahui lebih lanjut tentang diri dan pemikiran-pemikiran beliau, silakan kunjungi Blog beliau di Rona Wajah
Connect
Connect with us on the following social media platforms.